Breaking News

Kejagung Tetapkan Lima Korporasi Sebagai Tersangka Kasus Korupsi Komoditas Timah

Liputan08.com Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus menetapkan lima korporasi sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Kasus ini mencakup periode tahun 2015 hingga 2022 dan diduga merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun.

Kelima korporasi tersebut adalah:
1.PT Refined Bangka Tin (PT RBT)
2 PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP)
3,PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN)
4.PT Sariwiguna Binasentosa (PT SBS)
5.CV Venus Inti Perkasa (CV VIP)

“Kejahatan ini merupakan hasil kolaborasi sejumlah pihak yang memanfaatkan izin usaha pertambangan secara ilegal untuk melegalkan aktivitas tambang liar. Tindakan ini berdampak pada kerugian besar, termasuk kerusakan lingkungan yang menjadi beban negara,” ujar Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum., Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Kamis (2/1/2025)

Kasus ini diawali dengan penerbitan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) secara tidak sah oleh beberapa pejabat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. RKAB tersebut digunakan untuk melegalisasi penjualan timah ilegal yang diperoleh dari IUP PT Timah Tbk.

“Kerugian yang diakibatkan meliputi kerusakan lingkungan dan kerugian negara sebesar Rp300 triliun. Ini tidak hanya soal kerugian material, tetapi juga tanggung jawab lingkungan yang harus dipulihkan PT Timah sebagai pemegang izin,” tambah Harli.

Kerugian negara dihitung berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), meliputi:

Kerugian atas kerja sama ilegal dengan smelter swasta: Rp2,28 triliun.
Pembayaran bijih timah kepada mitra tambang ilegal: Rp26,64 triliun.
Kerusakan lingkungan: Rp271 triliun.

Kejagung telah mengumpulkan berbagai barang bukti, termasuk uang tunai dalam berbagai mata uang, tanah seluas 1.400 hektare, emas batangan, dan alat berat seperti excavator dan bulldozer.

“Kami juga menemukan lebih dari 2.500 dokumen, bukti elektronik, dan barang lainnya yang mendukung penyelidikan ini,” jelas Harli.

Kejagung menegaskan, para tersangka korporasi disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kasus ini, 173 saksi telah diperiksa, termasuk ahli di bidang keuangan negara, hukum pidana, lingkungan, dan pertambangan. Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan pelaku, baik individu maupun korporasi, bertanggung jawab atas perbuatannya.

“Ini adalah upaya kami untuk memberikan efek jera dan memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab,” tutup Harli.

Tags:

Baca Juga

Rekomendasi lainnya